Rabu, 30 Maret 2016

Syukur Nyook



Aku lupa bahwa aku punya nikmat yang tidak terhingga, aku punya kata yang sangat istimewa dalam hidupku, aku punya mantra yang mujarab dari semua kata yang ada, ternyata aku punya “Syukur” satu kata tapi penuh dengan nikmatNya. Alhamdulillah...

Mungkin aku bukan manusia sempurna, tidak akan pernah sempurna, barang secuilpun. Aku bersyukur, karena aku masih bisa mengetik ini, dan lebih bersyukur lagi karena kamu membaca unggahanku, hihihi, terima kasih.

Aku punya Alloh yang Maha, mungkin tanpa Alloh aku tidak bisa mengetik katakata ini, tidak bisa mengungkapkan kegelisahan di hati dengan tulisan ini, tidak bisa menatap lama di depan layar monitor, dan mungkin jika tanpa Alloh aku tidak ada di dunia ini. Meskipun kutahu, kelak waktunya aku tidak ada di dunia ini. lagilagi aku berskyukur, karena waktu rupanya sudah usai untukku. Aku pergi bersama amalanku.

Kamu, iya kamu. Apa kamu sudah bersyukur ketika membaca unggahanku ini? apa kamu sudah ucapkan hamdalah? atau kamu terlalu serius ketika membacanya? Atau kamu jomblo? Duh sama dong *eh salah fokus, maaf kebawa baper. Hahaha.

Eitsss, ngebahas syukur gak lengkap kalau tidak membahas status, tenang bagi yang jomblo aku gak akan buka aib kalian kok di sini. Aku cuma mau kasih tahu, bahwa jadi jomblo itu menyenangkannya luar biazzzzzzzah, kamu bisa bebas dengan siapapun tanpa adanya ikatan, kamu berekspresi segilagilanya gak akan ada yang ngelarang, dan kamu gak akan ada yang ngomelin ketika gak berkabar. Enakkan mbloo...

Yang gak enak itu ketika liat orang berduaan, iya yang itu, masa sih kamu gak tahu? Ituloh yang pake jaket hijau, helm hijau, terus si cowoknya itu nungguin yang bakalan dia bonceng, kalau gak nonggol juga ditelpon, mesra banget kan. Haaah dasar ojek online, menang banyak dah. Hahaha. Loooh ini kita bahas syukur atau jomblo atau ojek online dah? Ntahlah yang penting masih nyambung yak.

            Kalian pernah gak sih ngerasa, kalau hidup kok banyak banget yak masalahnya? Ntar masalah gaweanlah, masalah belajarlah, masalah encislah, bahkan yang paling fatal masalah ati *ehh. Bukanbukan, yang paling fatal itu masalah bagi orangorang yang mengakhiri hidupnya karena masalah. Ah dasar si masalah! Huuuh.

Nih ya aku lagi mau jadi orang bener, aku pernah baca “katanya kalau hidup itu pasti ada masalah, karena kalau tidak ada masalah berarti kita sudah tidak hidup” tapi tenang, Alloh sudah menyiapkan semua solusinya kok. Dekat banget solusinya dengan semua masalah kamu, pokoknya bakalan rebeees deh, eh beres maksudnya. Tau gak? Masih engga tahu juga? Nih aku kasih tahu, solusinya Alloh mah cuma mau kamu sujud seikhlas-ikhlasnya, pasrah, merendah, dan mohon ampun atas kehilafan. Jaraknya dekat, cuma antara keningmu dan sajadahmu. Itulah solusinya.

Aku kadang lupa kalau aku terlalu ke-aku-an, astagfirulloh. Aku lupa kalau syukur itu nikmat yang paling luar biasa dalam keadaan apapun, semoga kita bisa lebih bersyukur atas apa yang Alloh berikan. Saling introspeksi diri, mengingatkan pada kebaikan, supaya bermanfaat untuk sesama. Baarokalloh.

Semangat untuk terus bersyukur, jangan lupa kening dan sajadahmu yaa. Doakan aku di tiap sujudmu, semoga esook kita berjodoh *tsaaaaaaaah~


Jumat, 18 Maret 2016

Anginnya Kota di Bumi



Sudah kali kedua aku berkunjung ke tempatmu, tempat yang dulu kuidamkan bahwa kelak kau akan membawaku ke tempat yang sama. Dulu sekali. Ketika masih denganmu. Membolakbalikan kenangan yang sepantasnya tak usah kulakukan. Maaf jika rasaku masih tertinggal bersamamu. Acap kali kutegarkan apa yang seharusnya sudah terjadi. Tapi, ntahlah kau lagilagi.

Jum’at, aku sampai tepat di portalmu. Kuhentikan gas kendaraan, agarku bisa menikmati semilirnya angin di wilayahmu. Segar. Nikmat. Dan membangkitkan kenangan. Ah…
Tokotoko berjajar dengan semerautnya, kiri kanan semuanya menjajakan apa yang bisa dipertahankan dalam hidup. Menggaduhkan suasana, tapi itulah kesan pertama yang kudapat saat lintasi tempatmu.

            Maaf, bukan maksudku untuk terus mengintaimu, ini hanya kebetulan saja. Kulewat, lalu kusapa tempatmu. Ternyata aku terkesima dengan suasana sore, guratan awan legam membuatku mengikuti arus. Sendu dan mengangkat senyum kecil. Coba saja kita berjumpa kala itu. Pasti aku takkan memanggilmu. Kau tahu kenapa? Karena aku hanya ingin sosokmu, bukan suaramu. Jika Alloh memberi lebih, mungkin akan ada percakapan.

            Tuan, awal Maret. Sedikit lagi April, aku masih mengingat begitu pekat. Sampai aku lupa seharusnya sudah hilang guratan itu. Duatigabelas dan kini duaenambelas, terima kasih untuk sabarnya tahun yang masih mengingatkan perlahan lembaran masa lalu. Ini bukan untuk dilupakan, tapi untuk dikenang dan menjadi kisah klasik.

            Kelak jika kita berjumpa, jangan kau palingkan hadapanmu dari tatapanku. Mungkin, dengan cara itulah aku bisa menahan air yang akan kusekat dari mata pandaku.



Maret suasana sebelas