Minggu, 01 Mei 2016

Belum Usai

Kematian adalah kesempurnaan, karena kematian itu hakiki, sekalipun air mata mengguyur. Namun tetap saja, Alloh punya rencana indah di luar kuasa manusia. Kita pasti menangis ketika kematian menghampiri siapapun yang ada di dekat kita. Sekalipun jauh di negeri seberang. Misalnya kematian para mujahid dan mujahiddah di Timur Tengah, yang dibom luluh lantah oleh segolongan manusia.

Anak yang tidak berdosa menjadi korban, mengilangkan keduaorangtuanya, menjadikannya yatim dan piatu atau bahkan keduanya.

Belum selesai........

Risalah Kotak Abu


“Aki, aku mau Aki lupakan kotak abu itu. Aki sudah tua, jangan meratapi kepedihan. Tidurlah, semoga esok akan lebih indah dari kotak lusuh itu” gumam Zora ke Aki dalam hening.

Aki terisak seraya meratapi kotak yang ada di tangannya, mengelus-elus dengan hati, menciumi dengan birahi, namun harus menguburnya dengan kenangan. Dulu ia gagah, tapi semenjak perempuan yang ia eluhkan menjauh, hatinya bertambah tua. Lagu yang ia lantunkan begitu menyayat bulu kuduk, beryanyi tanpa mengeluarkan kata, hanya lelehan dari dua bola matanya yang mengendur. Ia bernyanyi bersama kotak abu dalam genggamnya.

Kusebut namanya Aki, lelaki paruhbaya yang menghabiskan masa tuanya mengayun kursi goyang sebagai tunggangannya, sesekali ia memanggil namaku untuk mengitari halaman luas di belakang. Rumah kami kecil, hanya berukuran tujuh puluh lima kali seratus lima puluh meter, banyak wewangian melati di halaman belakang. Itulah pinta Rondang sebelum harinya tiba.

Enam belas hari yang lalu, Rondang meminta Tuhan untuk menutup fajarnya. Manusia hanya bisa memohon, tapi Tuhanlah yang berkehendak. Tuhan tak khobulkan pinta Rondang, hingga akhirnya Rondanglah yang mengaitkan diri di belakang rumah tuanya. Dengan bantuan Aki.

Sebelum Rondang lenyap, ia titipkan selendang hijau pekat dan sebuah kotak abu. Di dalam kotak ada sebuah surat dan kotak musik kecil, musik yang berirama Jawa dengan suara Rondang yang melantun, syahdu. Tapi aku tidak pernah paham akan apa yang Rondang ucapkan.
***

Aki pernah tiga kali berbicara kepadaku setelah kejadian itu, ia hanya ingin merenung dalam kamar tanpa kutahu sebabnya. Pembicaraan pertama, ketika Aki meminta maaf kepadaku, aku tak tahu apa yang terjadi. Pembicaraan kedua, aku diminta Aki untuk merawat pohon waru di halaman belakang. Dan, baru tadi pembicaraan ketiga yang Aki lalukan padaku. Aki memintaku mengajaknya mengitari halaman belakang.

Kursi roda berjalan penuh dengan kehati-hatian, melangkahkan kaki selangkah demi selangkah, hingga sampai pada titik terakhir. Sebuah pohon rindang yang kami tuju. Di sana terdapat sebuah kursi panjang dengan meja kecil sebagai pemanisnya. Kursi yang terbuat dari kayu jati dicat putih metalik, dengan empat buah kaki yang kokoh menyokong tubuh gembulku. Kuhirup aroma tanah yang basah, bersih dari hamparan dedaunan yang berjatuhan. Menenangkan dan membuat hati ingin berucap tegas pada alam, kenapa aku di sini? Ntahlah.

Aki termenung sesaat. Meresapi hijaunya pepohonan yang masuk, sebelum memulai pembicaraan. Daun jatuh tepat di depan tangan Aki yang menengadah, senyum kecil kulihat dari raut muka yang mulai mengendur. Baru kali pertama kulihat Aki melebarkan bibir tipisnya, setelah sebelas bulan yang lalu kulihat senyum tipis itu, ketika kami berkumpul bersama Rondang.

“Zora, Aki sudah tua. Rasanya Tuhan ingin Aki berada dengan nadiNya, di rumahNya. Aki titip pohon ini” ucap Aki dengan pelan sambil memandang pohon waru di hadapannya.

“Ini bukan tentang pohon! Kenapa Aki begitu menyalahkan diri sendiri? Bukankah Aki yang terus menasehati Zora supaya bersyukur tiap waktu, tidak membeban!! Kemana kata-kata itu ki, kemana?” Zora menyekat air matanya.

“Aki berdosa, mungkin dengan cara memohon Aki bisa lenyap” balas Aki.

“Tapi, Tuhan mencintai Aki, sekalipun berdosa, Tuhan pemaaf. Tundukkan pandangan Aki ke Tuhan”. Pertegas Zora ke Aki.

Aki menangis dengan harunya. Kini, Zora tahu kenapa Aki ingin ia yang menjaga pohon waru itu, Zora tahu bahwa pohon itulah yang membuat Aki diam seribu bahasa, Zora tahu bahwa Aki lah yang membantu Rondang untuk mengaitkan tambang ke pohon, dan Zora pun tahu kenapa Rondang meninggal tergantung di pohon waru belakang rumah mereka.

Semua tentang kasih sayang yang tidak bisa dibagi, Rondang menggantungkan diri karena cintanya terbagi dengan perempuan lain. Aki pun mendukung keputusan Rondang. Karena, perempuan lain itu adalah masa lalu Aki yang tidak bisa ia lepaskan.

Sekian.


Akhir Maret 2016


Calon Mertua

Perempuanperempuan itu saling bercuap dalam ruang yang sepi, ya mereka. Para perempuan. Perempuan memang suka bercerita, berkeluh-kesah, juga ngegosip. Tapi, perempuan tidak lupa kok menjaga dan merawat calon imamnya *eaaah

Perempuan itu manis. Ia lebih manis dari biang gula. Kau tahu kenapa? Ia menjagamu, merawatmu, juga mengasihimu. Manis kan? Itulah perempuan. Peranan seorang perempuan sangatlah mengagumkan, perempuan tidaklah sama dengan lakilaki, lakilaki pun tidak sama dengan perempuan.

Lakilaki sebagai pemimpin, itulah sebabnya seorang lakilaki harus disandingkan dengan perempuan. Melengkapi antar  kekurangan. Sama seperti halnya dengan bunga yang indah di pekarangan rumahmu, ia pasti membutuhkan air. Disiram tiap pagi dan sore, diberi pupuk, juga diberi ketulusan dari pemilik bunga itu.

Perempuan butuh penopang, yang menguatkan, mengajarkannya menjadi keibuan, hingga akhirnya menjadikan calon anaknya sebagai penerus ridhoNya. Kau cantik, teramat cantik, bola matamu tak pernah dusta, ketulusanmu melebihi cantikmu. Itulah sebabnya kau perempuan.

Hei perempuan, siapkah kamu menjadi calon ibu? Tentu, perempuan akan mempersiapkan semuanya, termasuk kupi dan pisang goreng di meja kecil beralaskan tapak meja batik khas Jogja. Perempuan, kau pasti rindu lakilakimu, tenanglah. Alloh sudah mempersiapkan yang terbaik bagimu. Kalaupun kini lakilaki itu tak kunjung datang, mungkin Alloh sedang mempuasakanmu dengan sunnahNya yang lain. Bersabarlah perempuan.



Teruntuk perempuan kan di dalam pelukan
Tangerang, 27 April 2016
10.52