Enam belas Februari dua ribu tujuh belas, lalu.
Kita pernah berhadapan dengan segelas Wedang Jahe
dan Jeruk hangat, tersipu dengan obrolan dan canda tawa. Kini ditanggal dan
bulan yang sama, tetapi dengan suasana yang berbeda. Dingin. Tidak sehangat
Wedang Jahe yang kupesan dulu.
Apa kabar dirimu dengan hobi lamamu itu? Kulihat bertambah
pengalaman dan melanglang buana jasad dan ruhmu, juga bertambah teman, mungkin.
Beberapa kali kulihat akunmu hanya untuk memastikan bahwa kamu sehat dan
baikbaik saja.
Masih ingat dengan janji itu?
Dulu kita pernah berjanji untuk sebuah pertemuan. Hari
berganti, usia menua, dan keadaan yang tak lagi sehangat dulu. Perlahan janji
itu hilang, hingga kini dua ribu sembilan belas, belum ada petemuan. Rupanya sibuk
sekali dirimu, emmm atau aku yang terlalu sibuk dengan dunia kerjaku?
Nyatanya kita tak bisa menyingkirkan ego untuk
sebuah sapaan kecil. Bertanya kabar saja tidak!
Mungkin benar jika manusia akan datang dan pergi
silih berganti, hanya yang menetaplah yang akan bersama. Bukankah kamu ingin berkhayal
denganku? berada di sebelahku dalam sebuah bingkai foto? Itu kan yang namanya
bersama? Ohiya aku lupa, itu dulu ketika
aku terbawa perasaan. Kini?
Baiklah, baiklah, baiklah, kita perbaiki diri dan
jaga semua yang pernah ada.
Apapun yang terjadi, insyaAlloh rencana
terbaikNya.
Alloh mboten sare, mas.