Sabtu, 16 Februari 2019

Segelas Wedang Jeruk


Enam belas Februari dua ribu tujuh belas, lalu.


Kita pernah berhadapan dengan segelas Wedang Jahe dan Jeruk hangat, tersipu dengan obrolan dan canda tawa. Kini ditanggal dan bulan yang sama, tetapi dengan suasana yang berbeda. Dingin. Tidak sehangat Wedang Jahe yang kupesan dulu.

Apa kabar dirimu dengan hobi lamamu itu? Kulihat bertambah pengalaman dan melanglang buana jasad dan ruhmu, juga bertambah teman, mungkin. Beberapa kali kulihat akunmu hanya untuk memastikan bahwa kamu sehat dan baikbaik saja.

Masih ingat dengan janji itu?

Dulu kita pernah berjanji untuk sebuah pertemuan. Hari berganti, usia menua, dan keadaan yang tak lagi sehangat dulu. Perlahan janji itu hilang, hingga kini dua ribu sembilan belas, belum ada petemuan. Rupanya sibuk sekali dirimu, emmm atau aku yang terlalu sibuk dengan dunia kerjaku?

Nyatanya kita tak bisa menyingkirkan ego untuk sebuah sapaan kecil. Bertanya kabar saja tidak!

Mungkin benar jika manusia akan datang dan pergi silih berganti, hanya yang menetaplah yang akan bersama. Bukankah kamu ingin berkhayal denganku? berada di sebelahku dalam sebuah bingkai foto? Itu kan yang namanya bersama?  Ohiya aku lupa, itu dulu ketika aku terbawa perasaan. Kini?

Baiklah, baiklah, baiklah, kita perbaiki diri dan jaga semua yang pernah ada.
Apapun yang terjadi, insyaAlloh rencana terbaikNya.


Alloh mboten sare, mas.

Jumat, 15 Februari 2019

Februari

Februari semeringah,

Juga ada haru yang tak putus disemayamkan dalam diri. Sepekan sudah perempuanku terbaring dalam rumah yang katanya "berisi beribu bahkan jutaan penyakit", mengeluhkan tak terkira. Kupikir hanya sakit biasa, nyatanya lebih dari itu. Aku, adik, dan bapak tak bisa mengurus diri kami.

Perempuan itu teramat mengagumkan, sayang kami tak bisa menjaga dengan sebaikbaiknya. Menangis sedusedan itu yang biasa kami dilakukan.

Kini pulih


Lebih sehat


Lebih baik


Dan, semoga sampai hayat. Walafiat