Assalamualaikum gingsul, lama tak bersua
denganmu. Inginku bercengkrama dengan kesanksian untuk bergulat di hadapanmu.
Kukira dirimu menghilang dalam imajiku, ternyata kau kembali ke hadapanku. Yaa
kini kau kembali. Bukan saja untuk menemuiku, tapi untuk tetap berada dalam
llingkaran yang sama, lingkaran yang membuat kita terus berhadapan.
Baru
saja sore tadi aku hadapkan linangan bola mataku tepat segaris lurus denganmu,
bukan inginku yang terus menatapmu. Tapi, diam tingkahmu yang ingin membuatku
berada dekat di garis lurus itu. Ah tidak, senyummu membuatku semakin tersipu
dalam imajiku. Merongrong dan mengaum dalam batinku. Hanya aku yang tahu auman
itu.
Diammu
seperti manusia yang bertasbih, tutur katamu seakan butiran embun yang disinari
kilaunya sang surya, yaa tepat di bibirmu. Kurasakan hangatnya sapaanmu. Tenang
dan syahdu. Gingsul itu menandakan akan adanya senyum tulus yang menghiasi
tutur katamu. Yaa kau pemilik gingsul itu.
Kubuka
dengan guyonan hangat yang memekakan telinga, tanpa kupandangi dirimu dan tanpa
aku lihat gingsul itu. Aku hanya ingin melihat gingsul itu ketika mulai
terjamah pada sudut yang tak bisa ditawar, yaa itu adalah rinduku.
Jika
kini semangatku belum sepenuhnya ada diraga dan rohku, maka gingsul itulah yang
membuatku menjadi sepenuhnya. Ketika nama hanya sebuah panggilan, maka raga dan
roh inilah yang seharusnya kau panggil untuk aku terus di hadapanmu. Dalam mencari
tujuan hidup yang sesungguhnya dan untuk terus berhadapan segaris lurus
denganmu.
Terus
berada di hadapanmu membuatku semakin tertawa lebar dan terus tersenyum. Dengan
datarnya tutur katamu tetap saja membuatku tersipu senyum sendiri, menjadi seperti
tak berakal lantas hilang dan lenyap dalam lamunan. Ah, kau membangunkan
lamunan itu dengan sejuta tanya tentang siapa kita,mengapa Alloh
menciptakan, apa tujuan hidup ini, dan
mengapa kita hidup di dunia!
Sejuta tanyamu membuatku berpikir sangat keras,
bahkan tak sempat terpikirkan, dan tak sempat terjawab. Yang ada hanya lamunan
tentang gingsul yang sangat amis. Aku bahagia gingsul, melihatmu
berkotak-kotak biru keabuan pagi ini,dengan balutan jeans dan jaket coklat
keabuan yang melilit tubuhmu, serta ransel yang menggantung di pundakmu*manusia ketika*
Beginilah cara rohku mengungkapkan kekaguman
ini, kekaguman pada sosok gingsulmu. Jangan kau benci ataupun murka terhadapku,
karena ini adalah ruang kebebasan, untukku terus berimaji dalam khayalan
yang sungguh membuatku tergelitik untuk terus mengetik kata-kata ini.
Terima aksih kepada Mahacinta yang telah
mempertemukan kita saling berhadap-hadapan pada ikatan persaudaraan sesama
Islam.
Avonturir: orang yang suka melakukan
petualangan
Gingsul kedua, Tiga Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar