Rabu, 06 Mei 2015

Bagian kedua: Fototustel Gingsul Kanan



        Assalamualaikum gingsul, lama tak bersua denganmu. Inginku bercengkrama dengan kesanksian untuk bergulat di hadapanmu. Kukira dirimu menghilang dalam imajiku, ternyata kau kembali ke hadapanku. Yaa kini kau kembali. Bukan saja untuk menemuiku, tapi untuk tetap berada dalam llingkaran yang sama, lingkaran yang membuat kita terus berhadapan.

            Baru saja sore tadi aku hadapkan linangan bola mataku tepat segaris lurus denganmu, bukan inginku yang terus menatapmu. Tapi, diam tingkahmu yang ingin membuatku berada dekat di garis lurus itu. Ah tidak, senyummu membuatku semakin tersipu dalam imajiku. Merongrong dan mengaum dalam batinku. Hanya aku yang tahu auman itu.

            Diammu seperti manusia yang bertasbih, tutur katamu seakan butiran embun yang disinari kilaunya sang surya, yaa tepat di bibirmu. Kurasakan hangatnya sapaanmu. Tenang dan syahdu. Gingsul itu menandakan akan adanya senyum tulus yang menghiasi tutur katamu. Yaa kau pemilik gingsul itu.

            Kubuka dengan guyonan hangat yang memekakan telinga, tanpa kupandangi dirimu dan tanpa aku lihat gingsul itu. Aku hanya ingin melihat gingsul itu ketika mulai terjamah pada sudut yang tak bisa ditawar, yaa itu adalah rinduku.

            Jika kini semangatku belum sepenuhnya ada diraga dan rohku, maka gingsul itulah yang membuatku menjadi sepenuhnya. Ketika nama hanya sebuah panggilan, maka raga dan roh inilah yang seharusnya kau panggil untuk aku terus di hadapanmu. Dalam mencari tujuan hidup yang sesungguhnya dan untuk terus berhadapan segaris lurus denganmu.

            Terus berada di hadapanmu membuatku semakin tertawa lebar dan terus tersenyum. Dengan datarnya tutur katamu tetap saja membuatku tersipu senyum sendiri, menjadi seperti tak berakal lantas hilang dan lenyap dalam lamunan. Ah, kau membangunkan lamunan itu dengan sejuta tanya tentang siapa kita,mengapa Alloh menciptakan,  apa tujuan hidup ini, dan mengapa kita hidup di dunia!

Sejuta tanyamu membuatku berpikir sangat keras, bahkan tak sempat terpikirkan, dan tak sempat terjawab. Yang ada hanya lamunan tentang gingsul yang sangat amis. Aku bahagia gingsul, melihatmu berkotak-kotak biru keabuan pagi ini,dengan balutan jeans dan jaket coklat keabuan yang melilit tubuhmu, serta ransel yang menggantung di pundakmu*manusia ketika*
           
Beginilah cara rohku mengungkapkan kekaguman ini, kekaguman pada sosok gingsulmu. Jangan kau benci ataupun murka terhadapku, karena ini adalah ruang kebebasan, untukku terus berimaji dalam khayalan yang sungguh membuatku tergelitik untuk terus mengetik kata-kata ini.

Terima aksih kepada Mahacinta yang telah mempertemukan kita saling berhadap-hadapan pada ikatan persaudaraan sesama Islam.


Avonturir: orang yang suka melakukan petualangan


Gingsul kedua, Tiga Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar