Minggu, 15 Juli 2018

Menepi ke Sukabumi



Yeaaah sudah limabelas Juli, besok enambelas saatnya masuk sekolah. Ketemu orang baru, guru baru, kawan baru, dan lingkungan baru. Alhamdulillah berkah betah bersemangat :’)

Sebelum masuk kerja kuusahakan untuk berlibur tenang dan senang, alhamdulillah terwujud. Tujuan utama ke Sukabumi, kota kecil dengan sejuta pegunungan dan wisata alam yang menakjubkan. Baik, aku akan berkisah tentang perjalanan liburan yang menenangkan dan melegakan.

Ehem eheeem, bismillahirrohmanirrohim...

Singkat cerita, aku punya saudara yang sudah menikah dan ia ikut suaminya yang ditugaskan di salah satu perusahaan ternama. Awalnya di Jakarta namun setalah itu ke Sukabumi. Sudah hampir dua tahun ia menggenap di Sukabumi bersama suami terkasih, terkadang main ke Tangerang juga menengok keluarga. Sebab engkongku kakak beradik dengan bapaknya.

Sudah lama sekali ia menawarkan kami saudara sepermainan untuk mampir ke sana, namun baru ini dan dengan waktu yang amat mendesak kami pun sampai. Alhamdulillah, memang ya the power of kepepet itu nikmat tiada banding wkwkw.

Rencana awal kami (baca: aku dan adik dari ibukku yang kusebut ncing) Selasa siang akan berangkat, tapi saya tidak dapat tiket kereta untuk Selasa haha, terpaksa mundur sehari. Jadi, kami berangkat Rabu siang menuju Stasiun terdekat, sebut saja Stasiun Poris namanya. Sehari sebelum kupesan tiket ada drama yang menggelikan, kala itu di tiket online tertera harga sekian, pas pembayaran ke salah satu minimarket uangku kurang tiga ribu rupiah, alhasil kukembali ke rumah untuk mengambil kekurangan. Untung saja mini marketnya ada di depan gangku, dekat.
Ketika kembali lagi dan melakukan pembayaran alhamdulillah ada bonus yang kudapatkan, yaitu satu kotak kopi instan, lumayan untuk tenggorokan yang haus bolakbalik hahaha, udah gitu ngajak anak kecil buat ikutan bayar, ya anak usia lima tahun, dia sepupuku. Sambil mengendarai sepeda motor mulutku basah dengan kopi itu.

Baik, keesokan harinya kuberangkat pukul sepuluh pagi ke stasiun. Diantarkan adik tersayang. Perjalanan kami dari stasiun awal sampai Stasiun Bogor memakan waktu kurang lebih dua jam. Iya, kami harus menepi dulu ke Bogor, setelah itu barulah kami menaiki kereta ke arah Sukabumi.
Sampai di Stasiun Bogor jam duabelas lebih satu menit, degdegan takut tertinggal kereta, kami menaiki jembatan penyebrangan orang dengan berlari kecil, karena stasiunnya ada di seberang jalan. Stasiun Paledang itu perantara kami untuk sampai ke Sukabumi. Sesampainya di stasiun kami langsung cetak tiket. Dirasa masih memungkinkan untuk beribadah, kami pun meniatkan untuk sholat dzuhur di mushola . Belum terlalu antre di kamar mandi, sebab kurang lebih duapuluh menit usai adzan, kami langsung bergegas ke mushola.

Duabelas lebih empatpuluhdelapan kami mengikat tali sepatu, membeli makan untuk di kereta, dan masuk ke antrean menuju gerbong yang sedang melaju ke arah kami. Aku dan ncingku berbeda tempat duduk, aku di empatbelas c dan ia di limabelas c (baca: kalau tidak salah kuingat).

Eh sebentar ya, tibatiba pas ngetik ini perutku lapar. Mau makan dan sedikit ngintip final sepak bola piala dunia dulu ya :D

Baik, lanjut lagi sebab perutku sudah terisi dengan nasi dan ayam goreng dilumuri saos~

Aku duduk di kursi berhadaphadapanan, alhamdulillah duduk dengan ibuibu yang sudah berumah tangga dan memiliki anak. Di sebelahku ibu muda yang memiliki anak satu. Di hadapanku ibu dengan satu anak dan nenek yang sudah hampir enam puluh tahun kelihatannya. Nenak dan ibu itu juga beda kursi dengan keluarganya. Kami sedikit berkisah tentang anak kecil yang sedang aktif di usianya dan tentang Sukabumi. Ah, rasanya nikmat sekali ya buk jadi perempuan itu (baca: dalam gumamku).

Di dalam gerbong kereta tidak banyak yang kulakukan, sesekali memejamkan mata dan melihat pemandangan di luar sana yang berbukitbukit. Kurang menarik perhatian pemandangannya, sebab banyak rumah dan pasar yang dilewati.

Tibanya di Stasiun Sukabumi kami keluar pintu gerbang dan menanyakan ke salah satu petugas di mana mushola terdekat, waktu menunjukkan adzan ashar sudah lama  berkumandang. Karena kami tidak terikat dengan apapun dan kami dijemput oleh saudara, jadi kami putuskan berlamalama di dalam mushola. Eng ing enggg, pas keluar mushola itu stasiun sepi bangeeeeet cuma ada kita berdua, tadinya ramai tapi karena penumpang satu persatu sudah meninggalkan stasiun begitulah keadaannya. Serasa stasiun milik pribadi hahaha.

Selang beberapa lama kami menghubungi saudara bahwa kami sudah keluar dari mushola dan bergegas menuju halaman stasiun, alhamdulillah saudara sudah di depan gerbang. Disambut dengan senyuman manis dan tawa yang menyalutkan kami telah sampai di kotanya kini. Tidak jauh, jarak rumahnya dengan stasiun berkisar limabelas menit.

Saudara kami menggunakan ojek online, jadi ia membawa kendaraan dan juga memesan ojol sebab kalau bertiga berkendara terlalu menggemaskan hahaha. Aku mengemudikan laju kendaraannya, sedangkan ia menaiki ojol yang dipesannya. Terlena dengan pemandangan dan jalan yang menurun, aku dan ncingku beda jalur dan akhirnya memutar balik hahah. Ketika hampir sampai di rumahnya, kami disuguhkan dengan pemandangan sawah yang menghampar di sekitar rumah penduduk, segaaaar. Bibirku merekah menyaksikan itu semua, ditambah jalan hanya cukup untuk kendaraan sepeda motor saja.

Dan akhirnya tibalah kami di rumah mungil dengan aliran air yang mengalir deras di depan rumahnya, yeaaaaaaay~

Selasa, 10 Juli 2018

Rindu, Gusti!


Juni bertabur kisah. Penuh doa dan harap yang selalu mengepul di udara. MasyaAlloh, indah sekali berpengharapan denganmu gusti. Aku  hampir lupa diri bahwa hari terus beranjak dan mengulang nama yang sama, namun tidak dengan kejadian yang serupa. Tetap saja dengan doa yang sama, bersamaMu.

Ramadan usai, setulustulusnya maaf kuutarakan pada manusia yang pernah kujumpai. Terlalu banyak kemunafikan, pencitraan, juga kamuflase yang kulakukan agar buruk diriku tidak tampak, duuuh gusti terima kasih kau telah menutup aibku. Mungkin sebagian besar manusia sudah tahu bagaimana dan seperti apa diriku, itu hanya bagian kecil.

Kini terasa mendayu apapa yang kurasa, tidak pernah yakin akan apa yang diharap, selalu berhenti sebelum waktunya, hingga penyesalan berujung. Aku rindu denganMu, ramadanMu, mengajiMu, sahurMu, berbukaMu, tarawihMu, witirMu,  juga doadoa yang kuutarakankan di sepertiga malamMu.

Duuuh gusti, aku rindu.

Kamis, 05 Juli 2018

Tanggal Keempat


Keputusan sudah dibuat, tinggal menunggu tanggal enambelas. Bismillahirrohmanirrohim.
Ya Alloh kuatkan hamba dengan segala daya dan upayaMu, beri hamba hidayah yang tidak pernah lelah untuk terus mencapainya. Alloh kupasrahkan segala kebaikan yang terus menghampiriku, kumohon semoga ini adalah keputusan terbaik yang kuambil menuju masa depan cemerlang, demi ibuk bapakku. Aamiin


Minggu, 01 Juli 2018

Lagi Menghilang


Pergi lagi? Kenapa tidak singgah, baru kemarin rasanya bersama eh kini sudah tidak terlihat. Kenapa? Menjauh? Resah? Maaf untuk kepurapuraan tidak peduli, padahal amat menunggu. Maaf sikap terlalu biasa, padahal mengharapkan selalu di dekat. Perempuan seperti itu, sebagian (baca: aku salah satunya).

Selamat menyambut Juli dengan doadoa yang selalu berputar dalam tasbihku, menggenap (baca: berharap).

Awalan Juli


Juni bertabur kisah. Kini Juli satu. Penuh doa dan harap yang selalu mengepul di udara. MasyaAlloh, indah sekali berpengharapan denganmu gusti. Aku  hampir lupa diri bahwa hari terus beranjak dan mengulang nama yang sama, namun tidak dengan kejadian yang serupa. Tetap saja dengan doa yang sama, bersamaMu.

Ramadan usai, setulustulusnya maaf kuutarakan pada manusia yang pernah kujumpai. Terlalu banyak kemunafikan, pencitraan, juga kamuflase yang kulakukan agar buruk diriku tidak tampak, duuuh gusti terima kasih kau telah menutup aibku. Mungkin sebagian besar manusia sudah tahu bagaimana dan seperti apa diriku, itu hanya bagian kecil.

Kini terasa mendayu apapa yang kurasa, tidak pernah yakin akan apa yang diharap, selalu berhenti sebelum waktunya, hingga penyesalan berujung. Aku rindu denganMu, ramadanMu, mengajiMu, sahurMu, berbukaMu, tarawihMu, witirMu,  juga doadoa yang kuutarakankan di sepertiga malamMu.

Duuuh gusti, aku rindu.