“kelak,
jika kau melihat pelangi maka kau baru saja melihat rintikan hujan yang turun
membasuhi ketulusan bumi pada langit. Yaa, sama seperti senyum itu”
Pagi ini gerimis baru saja reda, setelah semalam tanah
yang mengering dibasuh oleh hujan yang membuat jejak kaki menjadi kecokelatan. Rumah
yang tak beralas. Dinding yang tak berpasir. Jangan kau tanya bagaimana keadaan
rumah itu!
Pak
Ekey baru saja menyiapkan sarapan pagi untuk anak tercintanya, anak semata
wayang hasil buah madunya dengan perempuan yang ia eluh-eluhkan selama
hidupnya. Di meja makan terhidang dua buah piring berisi nasi dan kerupuk yang
disiram kuah kekuningan hasil campuran nangka dan santan, serta segelas air
putih yang sudah terisi setengah. Melin dengan lahap menyantap nasi yang
disiapkan oleh Ayahnya sambil meraba-raba apa yang ia makan.
Pak
Ekey dengan senyum kecil menyemangati Melin yang sedang meneguk air hangat
untuk bekal sebelum ia pergi ke sekolah. Melin adalah anak pertama dari
istrinya yang sudah dulu meninggalkan mereka. Bu Septi, ya Bu Septi ia
meninggal karena sakit pusing yang diderita disertai batuk dahak berdarah,
ditambah beban kerja yang harus dikerjakan sebagai buruh cuci dari rumah ke
rumah, setelah selesai mencuci ia pun harus membantu tetangga sebelah untuk
menjual gorengan yang sudah disiapkan. Karena kelelahan maka hari Bu Septi pun
tiba. Sekian.
***
Bu
Septi, perempuan kuat yang tidak menggantungkan kelemahannya pada seorang
laki-laki. Ia menafkahi suami dan anak tercintanya. Karena Pak Ekey sudah tidak
berdaya, kedua kakinya lumpuh karena kecelakaan mobil sewaktu dulu iamenjadi
sopir angkot. Angkot yang ia kemudikan ditabrak oleh truk angkut besi baja,
sang pengemudi mengantuk lalu menubruknya. Pengemudi truk meninggal di tempat.
Pak Ekey pun terkena imbasnya.
Semenjak
kejadian itu, Bu Septi dengan semangatnya mengurus suami tercinta juga anak
kesayangannya. Melin, ia harus tetap tersenyum meskipun tidak bisa melihat
keindahan alam di hadapannya. Melin buta. Tunanetra. Tapi ia tetap berprestasi.
Ia bersekolah di Sekolah Luar Biasa atau biasa disebut SLB, berkah bantuan
ketua RT serta warga setempat yang mengajukan permohonan ke Dinas Pendidikan
Daerah untuk Melin bersekolah. Karena warga setempat tahu bahwa Melin adalah
anak cantik yang cerdas.
***
“Ayah, kata bu
guru besok aku sekolahnya libur yah. Berarti besok ayah harus mengajak aku
jalan-jalan keluar ya yah?” sapaan Melin hangat penuh rayuan.
“Iya, ayah akan
mengajakmu berlari ke tempat yang lapang, lalu kita bertemu dengan Ibumu ya?”
Tanya Pak Eyek
“Aku setuju
Ayah” Seru Melin
Keesokan harinya mereka berangkat ke
tanah lapang yang sudah direncanakan. Melin mendorong kursi roda yang
ditumpangi oleh Ayahnya, dan ayahnyalah yang mengarahkan Melin untuk mendorong
kursi rodanya. Sepanjang jalan mereka bercerita dengan asyiknya, bahkan
sesekali Melin tertawa terbahak-bahak karena lelucon Ayahnya.
Sesampainya di tempat tujuan, mereka
tidak berjalan-jalan apalagi berlari mengitari tanah lapang. Yang mereka
lakukan hanya menjenguk wanita hebat yang dikagumi. Sambil menabur wewangian
dan bunga-bungaan kecil di atas pusara sang Ibu. Melin menangis dengan harunya,
ia menghujani gundukan tanah itu, tapi
tetap saja ia tidak dapat mengeluarkan air mata.
Pak Ekey dengan komatkamit mulutnya
sambil menggenggam secarik kertas yang dulu pernah ia terima dari wanita yang
kini menjadi istri tercintanya. Kertas itu adalah mahar pemberian dari sang
istri kepada pak Ekey, ditulis di atas kertas berwarna putih yang kini sudah
lusuh karena dimakan usia. Kertas itu selalu dibawanya ke manapun pak Ekey
pergi. Kertas yang bertuliskan:
Untuk
laki-laki yang kini sudah sah menjadi pendamping hidupku
Terima
kasih kau telah memilih aku menjadi perempuan terakhirmu
Dalam
bahtera keluarga yang InsyaAlloh dalam barokahNya
Kini
aku sudah halal menjadi perempuanmu
Menemanimu
ditiap lembar kehidupan
Aku
tidak akan mengeluh padamu
Karena
ini adalah keputusanku yang memilihmu
Karena
aku menyayangimu
Sebagimana
Khodijah mencintai Muhammad
Tulus
penuh dengan keikhlasan
Ketika
waktu kan memanggil
Semoga
cintaku cintamu tetap satu
Bimbing
aku menuju ridhoNya. Bersamamu.
***
Melin
tambah terisak tangis ketika ayahnya membacakan secarik kertas itu. Karena
Melin baru pertama kali mendengarnya. Melin langsung memeluk ayahnya dan
berkata ”Ayah, aku tidak ingin kehilangan manusia-manusia terbaik dalam
hidupku. Termasuk kamu ayah! Aku menyayangimu yah, janji ya jangan tinggalkan
aku? Sambil sesekali sesegukan. “Iya, ayah akan ada untuk wanita tercantik
ayah. Selama-lamanya” balas Ayah ke Melin.
Seusai
berkunjung ke pusara, ayah dan Melin pulang. Namun sebelum pulang Melin ingin
mencium pusara Ibunya. Ia menciumnya lantas sedikit berbisik di papan. “Bu
terus tersenyum di akhirat sana ya, seperti aku tersenyum melihat dan merasakan
bahwa Ibu dekat denganku” bisik Melin.
Lantas
Ayah dan Melin pun pulang. Seperti biasa Ayah yang mengarahkan Melin untuk
mendorong kursi roda itu. Sebelum sampai di rumah, Ayah mengajak Melin untuk
mampir membeli makan di Warteg. Sederhana, hanya lauk nasi dan beberapa telur
dadar serta air teh hangat yang dipesannya. Uang selembar limaribu-an dua
lembar uang duaribu-an serta selembar uang seribuan diberikan Ayah kepada
pramusaji Warteg.
Sesampainya di rumah. Langit baru saja meneteskan
tangisannya. Pertanda akan adanya hujan besar. Di ruang makan
yang hanya ada dua kursi dan satu meja. Melin membuka kantung plastik berisikan
nasi yang baru saja dibeli Ayah. Ayah meletakkan nasi di piring, Melin pun
duduk di kursi yang sudah tertata rapih. Mereka menyantap makan sore dengan
sangat lahapnya. Dalam makan ada saja percakapan yang dibahas oleh keduanya.
“Melin”
sapa Ayah dalam hening. “Melin sayang, kamu adalah berlian yang Ayah punya.
Ayah bahagia punya kamu di dunia ini. Juga punya istri setulus Ibumu nak. Kamu
pelangi Ayah nak. Pelangi ketika hujan turun. Ayah mau kelak kau setulus Ibumu,
yang terus merawat Ayah dalam kekurangan. Ayah menyayangi kalian, karena
kalianlah semangat hidup Ayah” kemudian meneguk air di hadapannya.
Lantas,
Melin hanya dapat tersenyum dan menghadapkan wajahnya ke depan. Tanpa tahu Ayah
benar-benar ada di hadapannya atau tidak. Sekian.
05 November 2015
Cuplikan Teruntuk