Salam
warga blogku, malam ini aku akan sedikit berbagi cerita tentang kebiasaan yang
sampai saat ini aku lakukan. Entah itu sendiri, berdua, atau rombongan sekalipun.
Tapi bisa dibilang jarang sekali aku melakukan kebiasaan ini rombongan. Maklum
saja, waktulah yang memisahkan kami. Sama perihalnya ketika perpisahan itu
*tsaaah.
Sepeda. Malam. Cahaya. Mungkin itu
adalah tiga kata yang paling aku kagumi sampai datik terakhir aku mengetik
narasi ini. Aku suka bersepeda mengitari kota kecil ini. Tidak terlalu panjang
rute malam yang kutempuh, hanya beberapa kilometer saja. Yang penting aku dapat
mengeluarkan ego ketika bersepeda.
Bagiku bersepeda adalah bentuk
ekspresi dari apa yang kita ingin lakukan. Mengalahkan ego dari maruknya kuasa
perasaan. Memaksa kaki untuk terus mengayuh kerasnya pedal. Jarijari yang
memutar dalam hitungan detik dan hempasan dinginnya malam. Teriring alunan yang
mendesah ditiap bisik telinga, tanpa tahu lirik apa yang sedang meronta dalam
kepala. Ah kau sepedaku.
Malam begitu istimewa bagiku. Karena
malamlah aku bisa keluyuran tanpa harus memikirkan haus dan panasnya terik
mentari. Mengayuh pedal di malam hari seperti kau mengais harapan untuk sampai
di tempat tujuan. Ketika kau mengayuh ada saja tujuan yang ingin kau tuju.
Entah itu apa! Yang pasti kau terus mengayuh di atas pedalmu. Hingga titik
terakhir. Yaa, kau telah sampai.
Rute terjauh yang pernah aku terjang
hanya sampai Gelora Bung Karno atau biasa disingkat GBK. Pagipagi sekali sudah
menyiapkan diri, padahal baru malamnya kami janjian untuk bersepeda. Terkadang
yang mendadak itu pasti jadi. Aku hanya berdua dengan temanku, awalnya janjian
bersepeda tetapi ketika ia sampai di gang pos dekat rumahku ia mengendarai
motor -___- sontak aku kaget bukan kepalang, laah kok? Sudahlah abaikan itu.
Ini ambisiku untuk sampai pada tempat itu.
Aku berangkat bersama teman ketika
kami duduk di bangku SMP, rumahnya dekat dengan gang rumahku. Aku mengayuh
sepeda sampai kepayahan karena baru kali pertama jarak jauh hehehe. Ambisi yang
membuatku yakin untuk sampai di tempat tujuan. Benar saja, aku sampai. Rasanya
itu. Huuuuuu ah. Puas. Begitulah
ambisiku untuk sampai.
Rute selanjutnya adalah Taman Kota
dua di Tangerang Selatan. Bersama sodarahsodarah tercinte mengayuh sepeda pagi
hari. Rute sektor Bintaro juga sudah terjamah, bahkan sampai STAN sekalipun,
lurus lurus dan lurus tidak tahu arah, rutenya pun sangat jauh bagiku, kami hanya berdua, bersama sodaraah perempuanku yang setia menemani. Tidak
malam, sayang. Lagilagi aku mengalahkan ambisi untuk sampai ke tempat tujuan.
Lelah memang, tapi begitulah ambisi. Rasanya dapat mengalahkan diri sendiri itu
hal yang membuatku segan pada diri ini. Mampu untuk berperang melawan
ketidakmungkinan *ucapkan selamat pada diri sendiri sambil tepuk tangan*
*balik ke malam hari* acara sepedah
malam itu hal yang paling kunanti. Sama ketika halnya aku ikut acara Tangerang
Last Friday Ride dalam rangka miladnya yang ke tiga tahun *kalau tidak salah*
semua pesepedah berkumpul di Alunalun Pusat Pemerintahan atau bisa digauli
dengan kata Puspem. Banyak yang datang, mulai dari Ciledug, Cipondoh, Kotabumi,
Perum, Cimone, bahkan ada yang dari Bandung sekalipun. Senang rasanya berkumpul
bersama mereka. Kau tahu? Malam itu pesepeda perempuan bisa dihitung dengan
jari. Tidak banyak.
Kami mengitari Kali Cisadane, sampai
diakhir perjalanan hujanpun datang. Semua berteduh. Lama. Dan di situlah cerita
manis terukir dalam tigapuluhsatu Oktober duaribuempatbelas. Ada sedikit
kenangan yang bisa kupetik. Mulai dari punya teman baru, adekadek baru, sampai
kenalan baru *sambil joged* hahaha. Pesepeda tidak hanya para remaja, tetapi
juga anakanak bocah yang sudah dari awal ikut TLFR #1dan2.
Mereka rombongan. Aku? aku hanya seorang diri. Barang
kali seperti lagu, terlalu lama sendiri. Laaah hahaha. Berangkat dari rumah menuju
tempat menimba ilmu *memangnya ilmu ditimba apa ya? kayak sumur saja haha*
ketika pulang aku langsung cusss deh ke Puspem. Itulah pengalaman pertama
bersepeda jauh sampai larut malam. Eitsss, tenang aku sudah izin dengan kedua
orang tuaku kok.
Rasanya masih banyak rute yang harus
kutempuh lagi. Tidak usahlah jauhjauh yang penting berkesan dalam perjalanan.
Itu sudah cukup. Juga mampu mengalahkan
diri sendiri. Itulah ambisi. Untuk dirimu yang senang bersepeda, bersepedalah
dengan tenang dan damai, karena itu akan membuat pikiranmu menjadi lebih bebas.
Patuhilah rambu lalu lintas di jalan. Tidak gaduh. Sekian.
Entah
kalimat apa yang tepat untuk mengakhiri narasi ini. aku hanya ingin mengetik “hei
kamu, iya kamu. Sepedahan bareng yuk!” eaaah, baperlukalamaabaikanbabay.
Wakakakakakak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar