Rabu, 18 November 2015

Rute Ambisi


Salam warga blogku, malam ini aku akan sedikit berbagi cerita tentang kebiasaan yang sampai saat ini aku lakukan. Entah itu sendiri, berdua, atau rombongan sekalipun. Tapi bisa dibilang jarang sekali aku melakukan kebiasaan ini rombongan. Maklum saja, waktulah yang memisahkan kami. Sama perihalnya ketika perpisahan itu *tsaaah.

Sepeda. Malam. Cahaya. Mungkin itu adalah tiga kata yang paling aku kagumi sampai datik terakhir aku mengetik narasi ini. Aku suka bersepeda mengitari kota kecil ini. Tidak terlalu panjang rute malam yang kutempuh, hanya beberapa kilometer saja. Yang penting aku dapat mengeluarkan ego ketika bersepeda.

Bagiku bersepeda adalah bentuk ekspresi dari apa yang kita ingin lakukan. Mengalahkan ego dari maruknya kuasa perasaan. Memaksa kaki untuk terus mengayuh kerasnya pedal. Jarijari yang memutar dalam hitungan detik dan hempasan dinginnya malam. Teriring alunan yang mendesah ditiap bisik telinga, tanpa tahu lirik apa yang sedang meronta dalam kepala. Ah kau sepedaku.

Malam begitu istimewa bagiku. Karena malamlah aku bisa keluyuran tanpa harus memikirkan haus dan panasnya terik mentari. Mengayuh pedal di malam hari seperti kau mengais harapan untuk sampai di tempat tujuan. Ketika kau mengayuh ada saja tujuan yang ingin kau tuju. Entah itu apa! Yang pasti kau terus mengayuh di atas pedalmu. Hingga titik terakhir. Yaa, kau telah sampai.

Rute terjauh yang pernah aku terjang hanya sampai Gelora Bung Karno atau biasa disingkat GBK. Pagipagi sekali sudah menyiapkan diri, padahal baru malamnya kami janjian untuk bersepeda. Terkadang yang mendadak itu pasti jadi. Aku hanya berdua dengan temanku, awalnya janjian bersepeda tetapi ketika ia sampai di gang pos dekat rumahku ia mengendarai motor -___- sontak aku kaget bukan kepalang, laah kok? Sudahlah abaikan itu. Ini ambisiku untuk sampai pada tempat itu.

 Aku berangkat bersama teman ketika kami duduk di bangku SMP, rumahnya dekat dengan gang rumahku. Aku mengayuh sepeda sampai kepayahan karena baru kali pertama jarak jauh hehehe. Ambisi yang membuatku yakin untuk sampai di tempat tujuan. Benar saja, aku sampai. Rasanya itu. Huuuuuu ah. Puas. Begitulah ambisiku untuk sampai.

 Rute selanjutnya adalah Taman Kota dua di Tangerang Selatan. Bersama sodarahsodarah tercinte mengayuh sepeda pagi hari. Rute sektor Bintaro juga sudah terjamah, bahkan sampai STAN sekalipun, lurus lurus dan lurus tidak tahu arah, rutenya pun sangat jauh bagiku, kami hanya berdua, bersama sodaraah perempuanku yang setia menemani. Tidak malam, sayang. Lagilagi aku mengalahkan ambisi untuk sampai ke tempat tujuan. Lelah memang, tapi begitulah ambisi. Rasanya dapat mengalahkan diri sendiri itu hal yang membuatku segan pada diri ini. Mampu untuk berperang melawan ketidakmungkinan *ucapkan selamat pada diri sendiri sambil tepuk tangan*

 *balik ke malam hari* acara sepedah malam itu hal yang paling kunanti. Sama ketika halnya aku ikut acara Tangerang Last Friday Ride dalam rangka miladnya yang ke tiga tahun *kalau tidak salah* semua pesepedah berkumpul di Alunalun Pusat Pemerintahan atau bisa digauli dengan kata Puspem. Banyak yang datang, mulai dari Ciledug, Cipondoh, Kotabumi, Perum, Cimone, bahkan ada yang dari Bandung sekalipun. Senang rasanya berkumpul bersama mereka. Kau tahu? Malam itu pesepeda perempuan bisa dihitung dengan jari. Tidak banyak.

  Kami mengitari Kali Cisadane, sampai diakhir perjalanan hujanpun datang. Semua berteduh. Lama. Dan di situlah cerita manis terukir dalam tigapuluhsatu Oktober duaribuempatbelas. Ada sedikit kenangan yang bisa kupetik. Mulai dari punya teman baru, adekadek baru, sampai kenalan baru *sambil joged* hahaha. Pesepeda tidak hanya para remaja, tetapi juga anakanak bocah yang sudah dari awal ikut TLFR #1dan2.

 Mereka rombongan. Aku? aku hanya seorang diri. Barang kali seperti lagu, terlalu lama sendiri. Laaah hahaha. Berangkat dari rumah menuju tempat menimba ilmu *memangnya ilmu ditimba apa ya? kayak sumur saja haha* ketika pulang aku langsung cusss deh ke Puspem. Itulah pengalaman pertama bersepeda jauh sampai larut malam. Eitsss, tenang aku sudah izin dengan kedua orang tuaku kok.

  Rasanya masih banyak rute yang harus kutempuh lagi. Tidak usahlah jauhjauh yang penting berkesan dalam perjalanan. Itu  sudah cukup. Juga mampu mengalahkan diri sendiri. Itulah ambisi. Untuk dirimu yang senang bersepeda, bersepedalah dengan tenang dan damai, karena itu akan membuat pikiranmu menjadi lebih bebas. Patuhilah rambu lalu lintas di jalan. Tidak gaduh. Sekian.

 Entah kalimat apa yang tepat untuk mengakhiri narasi ini. aku hanya ingin mengetik “hei kamu, iya kamu. Sepedahan bareng yuk!” eaaah, baperlukalamaabaikanbabay. Wakakakakakak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar