Kau tahu bagaimana rasanya
jadi aku? Membumbung bebas dalam imaji yang tak sempat dibatasi oleh pembatas
yang terbatas-batas. Kau tahu? Bagaimana? Tidak, kau hanya penikmat! Aku yang
menjalani. Meronta bebas dalam kelu yang tak sempat terbaca oleh indera. Aku,
ya aku.
Aku
tak sempat membuat pertanda untuk hari esok. Hari ini saja lusuhku masih
sepenuhnya. Berantakan. Aku meronta dalam jerit yang tidak kuperdengarkan. Alloh
aku padaMu. Titik.
Tangis itu menandakan
ada penyesalam dalam pembelajaran. Kenapa aku tidak belajar dari mereka sang
penguasa bumi? Pada mereka sang penjilat kata? Pada mereka sang pemakna hidup?
Juga pada mereka sang pemeluk agama yang kokoh? Kenapa tidak? Aku hanya belajar
dari apa yang kujalani, kulihat, lalu ditiduri.
Pagi
ini cayaMu enggan tuk menampakan silaunya. Kukira masih pukul pagi tapi sudah
menunjukan pukul delapan dualima. Hembusan angin itu mengayun kibasan rambut
yang masih basah. Ya, hembusan yang
mengutakatik di atas kepalaku. Membawanya ke kiri lalu ke kanan. Menghempaskan
basahnya.
Banyak
suara bising yang tidak ingin kudengar, tapi kau harus mendengarnya! Begitu
lantunan hari ini. Hening. Tidak banyak sayupan dalam ruang ini. Hanya ada
congor yang melantunkan komatkamitnya di luar sana. Kudengar. Hanya jadi
pendengar. Sempat kecewa karena hari ini yang tidak ada perjanjian. Abaikan.
Memalingkan
wajah pada sudut yang tak ingin ditengok. Masam. Menggerutu sesosok. Seperti tidak
berkawan. Menatap pada layar yang hanya bisa dihadapkan tanpa kata, juga tanpa
ekspresi. Berkaca pada layar hitam, ah ternyata aku juga hitam.
Bung,
bung, bungkam! Tolak semua kenangan. Bung, bangun bung bangun. Hapus semua
kenangan bung. Kelam cerita itu. Muak dengan semua yang sudah berlalu. Menatap
sadis. Rasanya lelah jika harus berperang melawan penjajah. Ya, penjajah
kenangan yang terus mengingatkan.
Kini
sudah angka dua yang kita torehkan dalam kenangan, terima kasih angka ini terus
bertambah dalam perjalananku. Inilah yang harus kuberbaiki seraya memohon ampunan
Sang Gusti Alloh. Rasanya cukup sesak. Bagaimanapun itu.
Untuk November di limabelas
Rasanya *titiktitik*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar