Masuklah adegan pertama, seorang laki-laki yang baru saja
pulang dari ladang dengan tangan terluka akibat ilalang yang tajam, sambil
teriak laki-laki itu memanggil istrinya yang cantik, muda, dan sangat ia
sayangi. Istrinya bernama Barabah (Hanipah Nazua) pemeran utama. Singkat
cerita, datanglah seorang perempuan muda yang membuat hati Barabah panas,
dialah Zaitun (Febry Sukma Afriyanti) diiringi oleh pengawalnya yang berbadan
besar dan kekar, tapi dengan gaya yang kemayu dialah Pengawal (Fajri Wahyu
Illahi).
Di pertengahan adegan ada seorang perempuan cantik, dialah Maryati
(Fatimatu Zahra) mantan istri dari Banio yang berpaling hati ke seorang lelaki
Belanda yang tampan dan bertubuh putih, dialah Meneer (Mutia Aprianti). Banyak
yang tidak seharusnya dalam naskah ini, pemeran perempuan berganti menjadi
laki-laki, begitu sebaliknya. Karena sutradara meyakini, bahwa kamu adalah
tuhan untuk tokoh yang kamu ciptakan.
Manusia yang kuharapkan akhirnya ada di hadapan kiriku, dialah
ibuku. Bersama saudaraku yang lain. Penonton pada hari itu diluar dugaan awal,
kukira bakalan sepi ternyata membludag. Tiket yang kami dapat dari panitia
sebanyak seratus habis terjual, kukira penonton yang datang tidak sebanyak
tiket yang keluar, ternyata luar biasa, begitupun dengan tiket on the spot atau
beli di tempat. Sungguh, sebuah apresiasi yang luar biasa.
Kami menobatkan sendiri
kelompok kami dengan penonton terbanyak dan penuh ruang itu. Banyak apresiasi
yang diberikan penonton juga dosen pengampu kepada kami, namun tidak lepas dari
kritikan, mereka puas setelah menonton pertunjukkan kami. Barabah.
“FESDRAK (Festival Drama Antar Kelas)
pertunjukan yang dirancang untuk seluruh mahasiswa-mahasiswi keguruan dan ilmu pendidikan semester 6, fesdrak merupakan salah satu bekal calon pendidik terjun ke
dunia pendidikan guna mengasah
kemampuan bermain peran, menggali kreativitas, inovasi, dan
memberikan apresiasi terhadap karya yang ditampilkan.
Banyak hal yang
kami dapatkan dalam proses teater ini, hal yang paling berkesan adalah eratnya
rasa kekeluargaan antar anggota, meskipun tidak bisa dipungkiri, tawa, tangis, bahkan perdebatan pun muncul dalam proses yang kami
jalani. Banyak kendala yang kami lalui, mulai dari perubahan nama teater,
pergantian naskah, dan pemilihan tokoh yang sesuai dengan peranan, hingga
akhirnya kami dapat menampilkan persembahan terbaik yang sudah dirancang dengan
bercucuran keringat siang malam.
Berkah barokah dan nikmat Alloh SWT, dengan rasa
syukur yang teramat dalam, kami ucapkan terima kasih untuk keluarga yang terus
mendukung sepenuh hati dan mendoakan kami, untuk seluruh anggota Teater Benteng, untuk Bapak E. Sumadiningrat, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Sanggar
Bahasa dan Sastra Indonesia atas bimbingan dan arahannya, dan terima kasih yang
setulus-tulusnya untuk seluruh pihak yang terlibat dalam pementasan Lakon
Barabah.
Semangat
menyaksikan, semoga dapat menghibur dan memberikan pengalaman yang tidak
terlupakan…”
Begitulah catatan sutradara yang dibagikan kepada seluruh penonton yang
hadir pada Juni Satu.
Terima kasih yang paling dalam dan setulus-tulusnya sutradara ingin
sampaikan kepada seluruh tim Teater Benteng yang sudah totalitas. Tanpa mereka
mungkin pertunjukkan ini tidaklah ada, tanpa kalian Benteng tidak akan ada,
untuk kalian. Penata Panggung - Irma Afriyani dan Siti Dahlia. Penata
Lampu - Lailatus Sa’adah. Penata Musik - Laisa Bahriani. Penata Busana dan Rias – Susanti. Bendahara
- Iis Trisnawati. Koordinator Tiket – Lindawati. Dan untuk kalian semua para pemain yang luar biasa,
terima kasih untuk totalitasnya. Untuk tim di belakang panggung, terima kasih telah
melengkapi pertunjukkan kami hingga berkesan memuaskan bagi para penonton,
sampai-sampai kita masuk koran. Hohohohohoho. (TangSel Pos edisi 04-05 Juni
2016)
Maaf jika selama proses banyak kata-kata yang menyakiti hati keluar dari
mulut yang berdosa ini, maaf untuk semua peraturan yang sudah pernah
diterapkan, maaf untuk celetukan yang menusuk, maaf sudah membatasi waktu kalian
berada di rumah berkumpul dengan keluarga, maaf sudah mengharuskan kalian
pulang tengah malam, maaf sudah membuat kekacauan selama beberapa bulan.
Mungkin kata maaf saja tidak cukup untuk menebus salah dan kekecewaan kalian
pada manusia yang sok mengatur selama proses berlangsung.
Maaf yang
setulus-tulusnya kuucapkan. Esok tidak akan ada seperti ini, inilah kenangan
yang kita punya. Kenanganku pada kalian. Dan kenangan untuk semester enam di
Muhammadiyah Tangerang. Teater Benteng. Semangat menuju mimpi yang kalian tuju,
aku akan terus mendukung dan mendoakan kalian jadi apapun kelak.
Enam belas manusia berjuang siang malam, mulai dari memikirkan, bertindak,
dan akhirnya bertawakal pada Sang Gusti Alloh. Kalian adalah pemenangnya. Salam Parabens