Sabtu, 01 Oktober 2016

Pucuk September

Penghujung September, aku puas dengan apa yang sudah digores September. Tengkyu September semuanya berkesan. Terlebih untuk keluarga tercintaaah yang gak ada duanya, untuk semua kado yang luar biasa, dan untuk kenangan yang tidak bisa terulang kembali. Babay September…

Kelak, jika aku masih bersama September kan kuukir ribuan senyum membekas mengenangku. Hingga mereka tahu bahwa pemilik September adalah perempuan biasa saja yang bisanya hanya memberi kenang. Ntah apa yang harus kuucapkan, sebab esok adalah akhir dari September. Jangan merindu September, karena kalau kau merindunya sama saja kau merinduku *tsaaah

Ada banyak kisah yang harus kuutarakan dalam bulan ini, salah satunya duadelapan September bersama dua manusia yang tidak tahu waktu. Petang, cahaya, malam, hujan, dan lepek. Masih semangat untuk mengayuh pedal, berkeliling kota sembari menghirup nikmatnya menjadi pemilik malam.

Mereka, manusia yang teramat tangguh, butiran hujan dilawannya dengan gerakan tangan yang menyapu wajahnya. Menurunkan lengan agar tidak kedinginan, sebab, angin malam merengkuh tubuh teramat erat. Hingga dada tertegun untuk mengulang dahak. Pertanda malam bertambah liar.

Ada banyak keceriaan yang terpaut pada raut yang kelelahan. Lelah berubah canda, canda berubah tawa, tawa menjadi teriakan, dan akhirnya ada kepuasan tersendiri pada malam itu. Menandakan ada kebebasan yang terlampaui.

Ketika teriakan di jalan raya gak malu, tapi pas sampai di perkampungan kok kayak ngerasa risih yak. Takut dianggap bocah nekad gegara main ujanujanan tengah malam wahahaha. Sumfeeeh malu banget jadi cengarcengir sendiri. Sampai bilang ‘eh kok gw malu yak’ ntahlah~

Kayuh terus, makan lagi, kumpul mulu, dan akhirnya pulang ke rumah. Duhai September yang membolakbalikan sejuta kenang, terima kasih untuk hari yang bertabur keberkahan. Akhir September semoga esok kan kembali. Dengan yang sama. (Sarah Ananda Putri - Malik Daruqutni)

2 komentar: