Minggu, 23 Oktober 2016

Doa Susu Jahe


“Nak, biarkan susu itu manis seperti adanya, jangan kau tambahkan rasa hangat atau getir. Pasti berbeda rasanya” Mas Purno menepuk bahu kananku. “Tapi memang begitu seharusnya, Mas” timpalku melirik tajam.

Dari dulu Mas Purno memang tidak suka dengan bau hangat dan getir dari racikan minuman yang kubuat. Ia selalu mengatakan bahwa itu adalah minuman sampah, yang hanya dibuat oleh tangan-tangan kecil sepertiku. Katanya.
          
          Mas Pur kupanggilnya. Ia kakak tertua dari delapan bersaudara. Pekerjaannya hanya memantau keadaan pasar yang ia kelola. Semua warga pasar sangat merunduk. Ia memiliki kuasa di kawasannya. Sekalinya ia mengedikkan badan, semua akan terdiam.

            Masku sangat sayang pada perempuan yang melahirkannya, sampai ketika ayahku wafat Mas Pur tidak pulang ke rumah. Katanya jika pulang ke rumah menandakan air mata yang berjatuhan. Ia lebih memilih mengamankan pasar dan menghilangkan kesedihannya. Ia membunuh sopir angkot yang menabrak ayahku. Polisi berdatangan, tangan Mas pur diborgol. Dua tahun ia mendekap di jeruji besi.


Cerita ini belum usai, sebab terhalang ide dan inspirasi yang mandek wkwkwkwkw


Disemogaken ya Ndoo

Selamat untuk yang sudah kau gapai, kelak kukan merindukan dirimu yang dulu. Selamat untuk yang diselamatkan. Selamat, karena kau sudah bisa berkreasi dengan inginmu, aku? Aku pun sudah. Sama. Sama menunggu.

Banyak perempuan cantik yang sudah istiqomah dengan dirinya, terlihat lebih menawan dengan balutan persegi di kepalnya. Kusuka, tapi apakah kau sukaku? Ah, aku masih belum istiqomah dengan itu semua, aku masih dengan apa yang diriku miliki, aku masih dengan sifat jelekku, sikap tercelaku, dan masih dengan rasa yang sama padamu, meski kau tidak padaku! Terima kasih, ternyata lelah mengharap yang kumau. Ah…

Tuan, apa yang sudah kau buat sungguh menakjubkan, kau jadi dirimu sendiri, dengan kemampuan yang kau punya, tidak lupa itu adalah pemberian Alloh-mu. Berdoalah. Semoga ijabah.

Aku dengan doa yang kupuya, hanya bisa mendoakan. Apa yang bisa kuperbuat selain itu? Tidak, aku tidak bisa apapa selain mengetik cerita ini. Sudahlah kuakhiri saja, sebab tidak baik terus mengharap pada manusia, apalagi yang belum pasti. Hanya Alloh-lah yang pasti. Yakin.



Oktober duadua

Selasa, 11 Oktober 2016

Kudoaken



Selamat jam sepuluh lewat empatlima. Sudah siang, sudah saatnya kamu jatuh cinta ke aku. Nahloh kok gitu? Iya, sebab kamu sudah mau membaca goresanku hari ini. Selamat siang, kamu yang penyayang tapi sulit disayang, maunya ingin disayangsayang. Holaaa sayang~ hahaha

Pernah kepikiran gak kalau orang tuamu sudah susah payah bekerja keras untukmu? Sudahkah bersyukur siang ini bahwa mereka masih ada untukmu? Sudah?! Ntah kenapa hari ini merindu orang rumah, padahal baru beberapa jam pergi dari rumah, rasanya pengen terus ada di rumah.

Perempuan cantik yang tidak kenal lelah mengurus semua kebutuhan dan keperluan anakanaknya, suaminya, dan dirinya. Perempuan yang apa adanya, manis, yang kalau ketawa pasti matanya kelihatan seperti orang merem. Salam sayang Ibuku tersayang. Aku terharu dengan lelahmu pagi ini.

Ketika kusakit merekalah yang mendekapku dengan hangat. Pukul sebelas kalong mereka membawaku ke sebuah klinik dekat rumah. Dengan kekhawatiran yang memuncak. Aku lemah, terkulai rapuh karena aktivitas yang padat menjatuhkanku. Seharusnya aku sadar bahwa aku sudah besar, sudah bisa menjaga diri, juga menjaga hati, ah. Tapi, aku lalai dengan tubuhku sendiri, tidak jaga sehatnya. Maafkan aku.

Kata Nenek “kalau anak, cucu, atau keluarga ada yang sakit pasti orang tua ikut kepikiran” gak enak ini itu.

Empat hari melemah dalam ranjang yang memanja, dikuatkan bubur yang manis, dengan butiran kapsul yang tiap empat jam harus kunikmati, dengan makan yang tidak boleh pilih ini itu, tapi harus mau! Kuistirahatkan diri dengan pikiran tenang, damai, dan menjatuhkan diri sejatuhjatuhnya.

Terima kasih untuk kasih yang tidak pernah putus, sebab Pola masih sangat membutuhkan sayang yang kalian berikan, kini dan nanti. Jangan menjauh dari peluk, sebab Pola akan sangat tidak tahu jadi apa kelak jika tanpa yang seharusnya. Pola sayang kalian. Kelak kalau Pola punya seseorang yang mendampingi, akan Pola ajak ia mencintai kalian. Sama seperti ia mencintai orang tuanya sendiri. Dialah imamku.

Doakan Pola mendapatkan yang terbaik pilihan Alloh, juga pilihan kalian. Sebab doa kalianlah yang ijabah (nahlooh ini kok jadi bahas jodoh ya hahaha) Semoga yang disemogakan. Dialah dialah dan dialah mausianya. Aamiin Allohumma Aamiin.



Oktober sepuluh enambelas

Sabtu, 01 Oktober 2016

Pucuk September

Penghujung September, aku puas dengan apa yang sudah digores September. Tengkyu September semuanya berkesan. Terlebih untuk keluarga tercintaaah yang gak ada duanya, untuk semua kado yang luar biasa, dan untuk kenangan yang tidak bisa terulang kembali. Babay September…

Kelak, jika aku masih bersama September kan kuukir ribuan senyum membekas mengenangku. Hingga mereka tahu bahwa pemilik September adalah perempuan biasa saja yang bisanya hanya memberi kenang. Ntah apa yang harus kuucapkan, sebab esok adalah akhir dari September. Jangan merindu September, karena kalau kau merindunya sama saja kau merinduku *tsaaah

Ada banyak kisah yang harus kuutarakan dalam bulan ini, salah satunya duadelapan September bersama dua manusia yang tidak tahu waktu. Petang, cahaya, malam, hujan, dan lepek. Masih semangat untuk mengayuh pedal, berkeliling kota sembari menghirup nikmatnya menjadi pemilik malam.

Mereka, manusia yang teramat tangguh, butiran hujan dilawannya dengan gerakan tangan yang menyapu wajahnya. Menurunkan lengan agar tidak kedinginan, sebab, angin malam merengkuh tubuh teramat erat. Hingga dada tertegun untuk mengulang dahak. Pertanda malam bertambah liar.

Ada banyak keceriaan yang terpaut pada raut yang kelelahan. Lelah berubah canda, canda berubah tawa, tawa menjadi teriakan, dan akhirnya ada kepuasan tersendiri pada malam itu. Menandakan ada kebebasan yang terlampaui.

Ketika teriakan di jalan raya gak malu, tapi pas sampai di perkampungan kok kayak ngerasa risih yak. Takut dianggap bocah nekad gegara main ujanujanan tengah malam wahahaha. Sumfeeeh malu banget jadi cengarcengir sendiri. Sampai bilang ‘eh kok gw malu yak’ ntahlah~

Kayuh terus, makan lagi, kumpul mulu, dan akhirnya pulang ke rumah. Duhai September yang membolakbalikan sejuta kenang, terima kasih untuk hari yang bertabur keberkahan. Akhir September semoga esok kan kembali. Dengan yang sama. (Sarah Ananda Putri - Malik Daruqutni)