Hei,
tanggal sudah menunjukkan angka duasembilan, sehari lagi berganti menuju
Oktober. September oh September kenapa engkau pergi? September oh September
temui aku lagi tahun esok ya. Aku takut jika September tahun esok sudah tiada.
Semoga.
Di
bulan September berkah ini banyak kejutan yang tidak terduga, terima kasih
untuk Sang Mahacinta atas semua kenyataan yang aku dapatkan. Terima kasih juga
untuk duaribulimabelas karena kini usiaku bertambah tua, kini aku menunggu
massaku tiba pada akhir kehidupan seraya memohan ampun atas sembilanbelas tahun
sebelas bulan duapuluhdua hari yang sudah kulalui.
Aku
merasa bobrok untuk hal yang belum sempat terijabah, malu pada diri sendiri
pada kemaluan yang aku gores, dan iba pada diri sendiri yang masih mengemis. Duasembilan
ketika aku mengetik cerita ini ada perempuan bermafela keunguan yang tidak
ingin menciptakan kata-kata seperti ini. Kupaksa lalu ia tertawa. Lantas, hanya
menggoyang-goyangkan kursi yang ditungganginya. Lalu menghilang dari hadapan.
Duasembilan
aku merasa bahagia, hidup dalam September yang banyak lumuran doa dari mereka
yang mengenalku, dulu, kini, dan mungkin nanti. Terima kasih untuk bertambah
tuanya diri ini karena masih mau bersama jasad yang sudah tidak asli tuk
disinggahi.
Mata
ini, duabibir ini, tangan ini, kaki ini, bahkan hati ini sudah bukan asli seasli-aslinya.
Jika kau melihatku apa adanya maka aku bukanlah itu, karena aku masih menyamar
menjadi manusia yang apa adanya.
Tepat di malam itu, bersama keluarga
seusai pengajian kita berkeluh kesah berbagi cerita dan akhirnya soraksorak
lilinmerah—pun menghampiri untuk didoakan. Biasa saja, terkejutpun tidak, hanya
purapura terkejut untuk manusia yang sudah menyiapakan semuanya. Tapi, kalian
harus tahu pada detik yang bersamaan aku merasa sedih karena perhatian mereka
begitu tulus dan tak mampu terucap. Ada rasa syukur yang membanjiri atas
tulusnya mereka.
Aku menghela napas, seraya dalam
hati menggoncang tubuh. Inilah keluarga tercintaku, bersama kalian aku belajar,
bersama kalian aku tertawa, dan bersama kalianlah aku merasakan bagaimana
susahnya belajar, susahnya tertawa, karena itulah aku memilikimu. Keluarga.
Untuk
kamu wanita yang mengusahakanku lingkar bertabur cokelat, terima kasih atas ketulusanmu
yang membuatku senyum tertawa dan its awesome. Kita harus banyak
menjelajah lagi, meskipun tidak terlalu jauh rutenya, tapi aku cukup puas jika harus bersepedah denganmu
hei perempuanku. Yaa kamu. Aku teramat menyayangimu kau tahu kenapa? Karena kau
adalah keluargaku.
September
oh September, esok harimu telah usai. Inginku terus berbulanmu, namun itu
siasia, karena September spesial, jadi hanya sekali dalam rentetan bulan Masehi.
Ber— aku menyayanginya, dirimu, dirinya, dan semua tentangmu. Ber— aku mau
semoga Oktober menyambutku dengan ramah seperti sepuluh Oktober lalu ditahun
yang lalu pula. Itu indah ber—.
Aku
rindu hujan, rindu malam, rindu cerita, dan aku rindu peraduan bersama ber—
Untuk
ber— dibulan September.
Mengenang
September bersama September. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar