Pagi
tadi sangat sejuk, siangnya sangat terik, namun entah bagaimana bisa malam ini
hujan. Bukan hujan yang sesungguhnya, tapi hujan buatan untukku. Di lorong yang
terus kusinggahi untuk melepas lelah. Malam ini.
Tidak banyak kata tentangmu. Apa adanya, baik hati, cerdas, sederhana, dan misterius. Itu
yang aku suka. Kukira aku bisa untuk melupakan kejadian itu, semua pesan singkat itu, dan semua tentang “itu”. Aku yakin aku bisa untuk menambal hati yang sudah patah
ini dengan kepingan yang hancur pula. Tapi, aku tak percaya semuanya belum bisa untuk
dimulai.
Begitu keras usahaku untuk *pura-pura* lupa. Hati
memang tak lagi sama, untukmu. Tapi untukku? Sama.
Sekian.
Ketika aku siap untuk percaya padamu, semuanya mulai
hilang. Ada proses kepercayaan yang aku tanamkan, yaa semua proses itu. Namun,
saat keyakinanku sudah teramat matang, lantas kau pergi. Kau tahu bagaimana
caraku untuk meyakinkan itu semua? Ada proses, yaaa proses.
Kukira
semuanya akan baik-baik saja sampai nanti pada waktunya, tapi waktu sudah
terlalu cepat untuk menutup buku. Aku bisa merasakan bagaimana rasanya
menangis, merasakan bagaimana rasanya jatuh, merasakan bagaimana menahan napas
lalu kentut *laaaaaah haha (baca: bercanda), bahkan aku masih bisa tersenyum di
hadapan banyak pasang mata yang bertanya “kenapa?”
Mungkin dulu aku mampu berkata mengikhlaskan, kau tahu
ikhlas itu? Yaa, ikhlas yang membuat aku berjuang sendiri untuk meminta
kejelasan, dari apa yang sudah kita putuskan bersama (baca: jadi apa
yang harus dijelaskan toh mba? Kan keputusan bersama
haha). Dirimu berbeda dari yang
lain, kau tahu itu? Aku tak peduli bagaimana orang beranggapan tentangmu tapi
yang kutahu bentuk senyummu, potongan rambutmu, bahkan gayamu sekalipun, karena
itulah kau berbeda di hadapanku.
Kini waktu berputar, berlian tak melulu abadi. Begitupun
rasa itu. Setiap malam aku berharap agar kau tak hadir dalam mimpiku, tapi
kenyataan ada saja malam yang mengusikku dengan hadirnya dirimu. Kau tahu? Aku
menangisi untuk semalam yang terjadi.
Aku terlalu asyik dengan duniaku, sampai akhirnya
perasaanmulah yang kukesampingkan; sudah lama kontak itu tak bernyawa, tapi
ketika duapuluh, detak itu ada dan muncul untuk hal yang sangat mengejutkan.
Lagi, kau ucapakan sapaan manismu di pesanku. Sontak aku
terngangah dengan semua yang kau lakukan, hingga akhirnya aku tak kuasa, dan
kaupun tahu apa yang terjadi . . .
Kutahu, hanya aku yang mengusik ketenanganmu, mengganggu
karena telah menyebut namamu tanpa izin. Terima kasih untuk malam yang sangat
indah, kuketikkan
semampuku yang bisa kuketik. Kututup akhir bulan dengan semeringahnya cerita kusut ini.
Semangat berganti September *titikdua kurungtutup*
Dari perempuan yang baru aja ngetik
Corak cokelat, 31 Agustus 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar